Minggu, 30 Oktober 2016

Aleph



Judul Buku : Aleph
Judul Asli : O Aleph (Bahasa: Portugis)
Penulis : Paulo Coelho
Penterjemah : Margaret Jull Costa  (Bahasa Inggris)
Genre : Novel
Penerbit : Alfred A Knoff
Tahun terbit : 2011
Halaman : 288
eISBN : 978-0-307-95701-6
Rating saya : 4/5


Pernahkah kau merasa ‘mandeg’ (stagnan,  diam di tempat dan tidak dapat maju)? Lalu, adakah lahir tanya apakah memang jalan hidup sudah disuratkan cukup sampai titik ini, dan kemudian tanya itu terus menjadi: haruskah menerima begitu saja dan berhenti atau terus ‘memaksakan keberuntungan’ untuk terus tumbuh?

Saya yakin bahwa tanya itu adalah keresahan entah berapa banyak mausia lain, dan Coelho adalah salah satunya. Lewat memoarnya, ia pun membagikan kisahnya dalam menjawab keresahan itu lewat sebuah perjalanan.


Memoar Perjalanan Sang Penulis
Setelah 24 tahun menekuni tradisi spiritual, Coelho menemukan kebuntuan. Segala upayanya bagai tanpa hasil, dan ia mulai menyangsikan jalan yang ia pilih. Pada saat itulah J, sang guru spiritual, menyarankan agar ia merebut kembali ‘kerajaannya’ dengan sekali lagi mempercayai tanda-tanda yang diberikan semesta lewat sebuah peziarahan.

Salah satu pertanda pun datang pada sebuah pesta. Coelho dan istrinya bertemu dengan seorang cenayang yang meramalkan bahwa Celho harus melakukan peziarahan menuju “Jiwa Turki” dan akan menumpahkan darah di sana. Menganggap ramalan itu angin lalu, Coelho pun sempat melupakannya, namun ia tidak lupa akan saran untuk melakukan peziarahan. Kali ini, Coelho berhasil meyakinkan pihak penerbitnya untuk mempromosikan buku barunya melintasi jalur kereta api trans-Siberia yang membelah Rusia sejauh 9.288 km dan melintasi 7 wilayah waktu yang berbeda.

Saat singgah di sebuah kota, Coelho bertemu dengan Hilal, seorang gadis Turki pemain biola berbakat yang bersikukuh ingin menemaninya melintas Rusia. Awalnya Coelho menolak keberadaan Hilal; namun, di atas kereta trans-siberia itulah ia berhasil menemukan Aleph, yakni saat seluruh ruang dan waktu dalam semesta menyatu, dalam sorot mata hijau Hilal.

Sejak saat itu, pandangan Coelho terhadap Hilal berubah. Perlahan ia sadar bahwa mereka pernah bertemu di inkarnasi sebelumnya, ketika Coelho membunuh Hilal. Dihantui perasaan bersalah, Coelho pun mencoba untuk meminta pengampunan Hilal yang buta akan apa yang terjadi pada inkarnasi sebelumnya.

Akankah Hilal mengampuni Coelho, atau akankah darahnya tertumpah dalam perjalanannya menuju Hilal, si Jiwa Turki? Menurut saya, bukan jawaban dari pertanyaan ini yang menarik, tapi perjalanan batin untuk sampai di sanalah yang lebih sarat makna.

Perjalanan : Menghidupi Legenda Pribadi
Hidup adalah sebuah perjalanan: mengalir dari satu tempat menuju tempat lain, dari satu keadaan menuju keadaan lain. Perjalanan pun tak melulu bicara soal ranah fisik, tetapi juga spiritual.

Tema perjalanan paralel di ranah fisik dan spiritual inilah yang terasa kental dalam buku ini. Lewat novel yang sebenarnya adalah memoar kisah nyata ini, Coelho seolah hendak berpesan bahwa untuk sampai pada satu titik kita harus berani melangkah, dan percaya semesta akan mempertemukan kita dengan sosok dan hal yang kita perlukan ketika kita berani mengambil keputusan.

Dengan kata lain, untuk menciptakan legenda pribadi kita harus berani mengambil tindakan, dan terus bertanya, “Apakah saya sudah melakukan apa yang perlu dilakukan untuk tumbuh?”

Sekeping kisah tentang ‘tumbuh’ inilah yang menjadi bagian favorit saya di buku ini. Di tengah frustasi yang menderanya, Coelho secara tidak sengaja menemukan sebuah artikel tentang bambu Cina. Tahukah Anda? Bambu Cina menghabiskan lima tahun sebagai tunas kecil demi menumbuhkan akar yang kuat. Lalu, saat ia telah siap, dalam sekejap tunas kecil itu dapat tumbuh hingga 25 meter tingginya. Ya, bambu Cina itu tahu bahwa perjalanannya berbeda dengan flora lain: karena “perjalanan untuk tumbuh” itu unik dari pribadi lepas pribadi.

Satu hal lagi tentang bambu Cina yang begitu mengesan. Ibarat bambu Cina, “akarku sudah siap, tapi aku hanya dapat tumbuh dengan bantuan orang lain,” dan untuk itu beranilah untuk menjalani dan menghidup legenda pribadimu sambil tetap percaya Tuhan telah menyiapkan apa yang kita butuhkan di sepanjang perjalanan.

Untuk sobat yang merasa ‘stuck’ alias terjebak bagai tidak dapat tumbuh lebih lagi, saya sarankan membaca buku ini.

Salamat menikmati perjalanan.

Salam,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar